JAKARTA (FK) – Direktorat Jenderal Imigrasi Malaysia telah menahan 67 orang warga negara Indonesia tidak berdokumen dalam penggerebekan Rabu (1/2/2023) lalu.
Direktur Jenderal Imigrasi Malaysia Datuk Seri Khairul Dzaimee Daud menuturkan kronologi penemuan perkampungan ilegal warga Indonesia tersebut seperti dikutip dari The Star.
“Permukiman tempat mereka ditemukan telah ada selama beberapa waktu dan menunjukkan semua tanda-tanda tempat tinggal jangka panjang,” ujarnya.
Ia melanjutkan, perkampungan ilegal warga Indonesia itu berada di daerah terpencil dan berawa. Akses ke sana hanya bisa dilakukan dengan berjalan kaki sejauh 1,2 kilometer.
Di perkampungan ilegal warga Indonesia itu ada genset dan sekolah darurat tempat diajarkannya silabus bahasa Indonesia. Kawasan tersebut dikelilingi oleh jerat dan dijaga anjing.
Sebanyak 67 orang yang ditahan, 31 orang di antaranya adalah dewasa dan 36 anak-anak yang berusia antara dua bulan hingga 72 tahun. Pihak berwenang juga menyita tombak dan parang.
Ia menanggapi pernyataan Komnas HAM Indonesia yang mengutuk penggerebekan pada pukul 1.30 pagi pada 1 Februari 2023 lalu itu. Komnas HAM mengklaim Imigrasi Malaysia tidak mematuhi prinsip-prinsip Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Cedaw) dan Konvensi Hak Anak (CRC). Komnas HAM juga mengklaim bahwa anak-anak sedang dipersiapkan untuk integrasi sehingga mereka dapat memasuki sistem sekolah nasional Indonesia begitu mereka kembali ke rumah.
Khairul Dzaimee menjamin bahwa semua tahanan yang dikirim ke depot Imigrasi di Lenggeng akan dijaga dengan baik.
“Mengenai kesejahteraan dan keselamatan para tahanan, Imigrasi berkomitmen untuk memastikan bahwa semua aspek kesejahteraan mereka diurus sesuai dengan standar,” katanya.
Dia menambahkan, hal itu juga dibahas dalam pertemuan antara Menteri Dalam Negeri Datuk Seri Saifuddin Nasution Ismail dan Menteri Tenaga Kerja Indonesia Ida Fauziyah dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 31 Januari 2023.
“Masuk dan keberadaan orang asing di Malaysia tunduk pada kebijakan, peraturan, dan undang-undang yang berlaku, termasuk kebutuhan untuk memiliki dokumen perjalanan yang sah, mematuhi masa tinggal yang diizinkan, serta memenuhi persyaratan paspor yang dikeluarkan,” katanya.
“Imigrasi akan memastikan bahwa ini dilaksanakan dengan tertib sehingga keamanan dan kedaulatan nasional tidak terancam atau terganggu,” katanya.
Khairul Dzaimee mengatakan penggerebekan dilakukan oleh pihak berwenang di perkampungan ilegal warga Indonesia setelah adanya keluhan dari warga setempat yang mengkhawatirkan keselamatan mereka. Departemen juga melakukan pengawasan selama sebulan sebelum penggerebekan.
Mereka yang ditahan sedang diselidiki berdasarkan Undang-undang Imigrasi 1959/63, Undang-undang Paspor 1966 dan Aturan Imigrasi 1963 karena tidak memiliki dokumen perjalanan yang sah, tinggal lebih lama, dan pelanggaran terkait.
Khairul Dzaimee menambahkan bahwa para tahanan akan dipulangkan sesegera mungkin. Ia menekankan bahwa penggerebekan itu tidak ada hubungannya dengan Program Rekalibrasi Tenaga Kerja 2.0 yang memungkinkan majikan untuk mendaftarkan pekerja asing ilegal.
“Mereka yang ingin tetap tinggal di Malaysia seharusnya memanfaatkan program ini. Program ini diperkenalkan untuk membantu memenuhi permintaan tenaga kerja serta untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan Keimigrasian,” katanya. FK-tem
Redaktur: Munawir Sani