BATAM – Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BP2D) Kepri menanggapi heboh soal penjualan Pulau Kerengga di media sosial seharga Rp 12 miliar, yang disebut-sebut berada di wilayah Kepulauan Riau (Kepri).
Kepala BP2D Kepri, Dolli Boniara, memastikan bahwa Pulau Kerengga tidak masuk dalam wilayah administratif Kepulauan Riau.
“Soal penjualan pulau, saya sudah berkoordinasi dengan Bakamla, pemerintah kabupaten/kota, serta internal BP2D. Hasilnya, Pulau Kerengga bukan termasuk pulau terluar kita dan bukan berada di wilayah Kepri,” kata Dolli, Sabtu (23/11/2024).
Menurut Dolli, informasi yang beredar soal Pulau Kerengga sangat minim dan tidak mencantumkan data spesifik, seperti titik koordinat yang jelas. Pulau itu hanya disebut berada di dekat Selat Malaka tanpa detail lokasi pasti.
“Informasinya hanya menyebutkan lokasi di dekat Selat Malaka dan menyebut pulau ini boleh dimiliki perorangan. Namun, tidak ada kejelasan siapa pemiliknya maupun data administrasi lain,” ujar Dolli.
Pulau tersebut disebut memiliki potensi strategis, terutama untuk dijadikan fasilitas pengisian bahan bakar pelayaran bagi perusahaan logistik internasional. Lokasinya diklaim berada di bagian selatan Kepulauan Riau, Indonesia.
Dolli menambahkan, Kepulauan Riau memiliki total 2.408 pulau, dengan sebagian besar berbatasan langsung dengan negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Laut China Selatan. Dengan wilayah yang terdiri dari 96 persen lautan, Kepri menjadi salah satu daerah strategis di Indonesia.
“Kami terus memantau setiap informasi yang beredar terkait penjualan pulau, apalagi jika melibatkan wilayah perbatasan yang sensitif,” tegasnya.
Viralnya penjualan Pulau Kerengga di media sosial memancing perhatian publik, terutama karena pulau tersebut disebut memiliki potensi besar untuk bisnis logistik di Selat Malaka. Dengan harga jual Rp 12 miliar, narasi di media sosial menyebut pulau itu cocok untuk investasi internasional.
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan BP2D akan terus melakukan klarifikasi terhadap informasi semacam ini untuk memastikan tidak ada pelanggaran hukum atau penyalahgunaan aset negara.
Langkah tegas pemerintah dalam menangani kasus seperti ini diharapkan dapat mencegah munculnya informasi yang tidak valid, terutama terkait pengelolaan wilayah strategis nasional. FK-mun
Redaktur: Munawir Sani