
Ilustrasi pegawai dapat PHK. (Foto: Rmol)
JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 18.610 pekerja terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga Februari 2025. Dari jumlah tersebut, sektor manufaktur masih menjadi penyumbang terbesar kasus PHK, diikuti oleh industri furnitur.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-JSK) Kemnaker, Indah Anggoro Putri, menyatakan bahwa peningkatan jumlah PHK ini terjadi sangat signifikan dalam waktu satu bulan.
“Masih didominasi sektor manufaktur, kemudian disusul industri furnitur,” kata Indah di Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025).
Data Kemnaker menunjukkan lonjakan drastis jumlah pekerja yang terkena PHK pada Februari 2025. Jika pada Januari hanya tercatat 3.325 pekerja yang mengalami PHK, maka pada Februari jumlahnya melonjak menjadi 18.610 pekerja, meningkat lebih dari 15 ribu orang dalam sebulan.
Indah menjelaskan, penyebab PHK secara umum masih berkaitan dengan ketidakpastian kondisi ekonomi global.
“Penyebabnya masih sama seperti sebelumnya. Faktor global masih menjadi pemicu utama,” tambahnya.
Dari sebaran wilayah, Provinsi Jawa Tengah mencatat jumlah pekerja terkena PHK tertinggi, yakni mencapai 57,37 persen dari total kasus yang dilaporkan. Padahal, pada Januari 2025, Jawa Tengah tidak mencatat adanya kasus PHK.
Lonjakan signifikan juga tercatat di beberapa provinsi lainnya:
-
Riau: dari 323 orang (Januari) menjadi 3.530 orang (Februari) – naik hampir 10 kali lipat.
-
Jawa Timur: sebelumnya nihil PHK, kini tercatat 978 pekerja terdampak.
-
Banten: naik dari 149 orang menjadi 411 orang.
-
DKI Jakarta: total 2.650 orang, tanpa penambahan kasus baru pada Februari.
Kemnaker terus memantau situasi dan berupaya menekan angka PHK melalui sejumlah program pelatihan dan fasilitasi penyelesaian hubungan industrial. Namun, Indah menegaskan bahwa tekanan global tetap menjadi tantangan utama di tahun 2025 ini. FK-mun/dtk
Redaktur: Munawir Sani