03/05/2024

Oleh Hasrul Sani Siregar, MA – Alumnus IKMAS, UKM, Bangi Malaysia

Sungguh tragis, 13 pengungsi Rohingya tenggelam di perairan  Aceh Jaya usai kapal yang membawa pengungsi Rohingya tersebut tenggelam. Para pengungsi Rohingya tersebut berlayar dari Bangladesh sejak melarikan diri dari Myanmar. Sungguh dilema bagi para pengungsi tersebut.

Jika tetap di Myamar tentu akan menjadi korban dari rezim militer Myanmar dan begitu juga jika tetap di pengungsian di Bangladesh, dengan kondisi tempat yang tidak layak, maka oleh sebagian pengungsi rohingya mencoba mengungsi ketempat yang layak, maka mereka naik kapal dan terdampar di perairan Aceh Jaya.

Badan PBB yang mengurus para pengungsi yaitu UNHCR sudah sangat kewalayan untuk menangani para pengusngsi Rohingya tersebut dan begitu juga organisasi internasional untuk pengungsi (International Organization for Migration (IOM) terus mengupayakan para pengungsi tersebut untuk mendapat tempat yang layak.

Mayoritas etnis Rohingya saat ini banyak sudah mengungsi ke negara tetangga terdekatnya seperti di negara Bangladesh. Pengungsi Rohingya mayoritasnya di tempatkan di Cox’s Bazaar, Bangladesh, namun dengan banyaknya pengungsi Rohingya tersebut, telah pula menimbulkan dilema bagi Bangladesh untuk membiayai kehidupan pengungsi Rohingya tersebut dan tempatnya sudah tidak layak lagi sebagai tempat pengungsian.

Oleh sebab itu, banyak pengungsi Rohingya lari ke negara-negara seperti India, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Pengungsi yang masuk ke Indonesia khususnya ke Aceh melalui perairan dan tragisnya banyak yang menjadi korban seperti tenggelamnya kapal mereka sebelum menuju daratan khususnya di Aceh.

Negara bagian Rakhine adalah negara bagian yang terletak di pantai barat Myanmar yang saat ini mayoritasnya di tempati para etnis Rohingya yang sebagian besarnya sudah mengungsi ke negara negara tetangga terdekatnya yaitu Bangladesh akibat di kejar dan diancam di bunuh oleh rezim junta militer Myanmar. Negara bagian Rakhine berbatasan dengan negara bagian Chin di utara, bagian Magway, bagian Bago, dan bagian Ayeyarwady di timur, Teluk Benggala di barat, dan divisi Chittagong di barat laut, Bangladesh.

Berbicara tentang Rakhine State, sesungguhnya berbicara tentang penderitaan dan pelarian pengungsi Rohingya yang ditindas oleh rezim militer Myanmar. Para pengungsi Rohingya tersebut melarikan diri ke negara Bangladesh, Malaysia, India dan tak terkecuali Indonesia melalui Aceh untuk menghindari dari kejaran dan pembunuhan oleh rezim militer Myanmar.

Secara geografis dan sejarah, etnis Rohingya mayoritasnya menempati wilayah di negara bagian Rakhine yang merupakan negara bagian yang terletak di pantai barat Myanmar. Negara bagian Rakhine berbatasan dengan negara bagian Chin di utara, bagian Magway, bagian Bago, dan bagian Ayeyarwady di timur, Teluk Benggala di barat, dan Divisi Chittagong di barat laut, Bangladesh. Etnis Rohingya secara langsung tidak memiliki kepentingan yang ingin memisahkan diri dari negara Myanmar.

Berbeda dengan etnis-etnis lainnya di Myanmar seperti etnis Karen yang menempati wilayah yang berbatasan dengan Thailand yang berjuang secara persenjataan dan ingin merdeka dari Myanmar. Oleh sebab itu, penindasan oleh rezim junta militer Myanmar disebabkan oleh perbedaan etnis. Para pengungsi Rohingya umumnya melarikan diri ke negara Bangladesh yang secara langsung berbatasan dengan Myanmar di bagian barat.

Etnis Rohingya di Myanmar termasuk etnis yang tidak pernah menuntut otonomi khusus, apalagi menginginkan kemerdekaan terpisah dari pemerintah pusat di Rangoon, ibu kota lama Burma (sekarang Nay Phy Taw). Berbeda dengan etnis-etnis lainnya, katakanlah seperti etnis Karen, Kachin yang minoritas dan beragama Buddha yang selalu mengangkat senjata untuk memperjuangkan otonomi khusus maupun kemerdekaan dari pemerintah pusat. Konsistensi pemerintah Myanmar yang dikuasai oleh militer tidak sesuai dengan apa yang dilaksanakan di lapangan. Salah satunya adalah penggantian nama negara dari Burma menjadi Myanmar salah satunya adalah didasarkan kepada adanya faktor etnisitas dan politik konsolidasi.

Sungguh ironis para pengungsi Rohingya tersebut, di negaranya Myanmar tidak diakui sebagai warga negara dan di Bangladesh tempat pengungsian tidak layak untuk ditempati sebagai pengungsian. Dalam perkembangan sejarah modern Myanmar (Burma), etnis Rohingya bukanlah etnis yang baru mendiami wilayah Myanmar di bagian Barat negara tersebut (penduduk illegal seperti pengakuan dari pemerintah Myanmar).

Etnis Rohingya menempati di negara bagian (Provinsi) Rakhine, Myanmar Barat yang berbatasan langsung dengan Teluk Benggala Bangladesh dan dipisahkan oleh sungai Naf yang memisahkan antara negara Myanmar dan Bangladesh. Etnis Rohingya yang telah lama mendiami wilayah di Myanmar Barat tersebut juga turut serta dan berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Burma (sekarang Myanmar) dari penjajahan Inggris.

Hal tersebut merupakan fakta sejarah yang tak dapat diabaikan begitu saja oleh pemerintah Myanmar yang berkuasa saat ini dan dikuasi oleh etnis Burma. Negara bagian Rakhine (Rakhine State) mayoritasnya beretnis Rohingya dan secara tradisional lebih dekat wilayahnya dengan negara Bangladesh. Namun dengan banyaknya pengungsi Rohingya yang ada di negara Bangladesh juga menimbulkan dilema bagi Bangladesh untuk membiayai kehidupan pengungsi Rohingya tersebut dan akhirnya para pengungsi Rohingya tersebut berlayar menuju ke Negara-negara terdekat dan terdampar ke Aceh Indonesia.

Indonesia dulu juga punya pengalaman dengan pengungsi Vietnam yang dinegaranya terjadi perang saudara. Dan para pengungsi Vietnam tersebut di tamping di pulau Galang, Batam Kepulauan Riau. Oleh sebab itu perlu penanganan khusus terhadap para pengungsi Rohingya tersebut agar di kemudian hari tidak menimbulkan masalah.